BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam kehidupan manusia tidak lepas dari kegiatan berbahasa. Bahasa merupakan sarana untuk berkomunikasi antarmanusia. Bahasa sebagai alat komunikasi ini, dalam rangka memenuhi sifat manusia sebagai mahluk sosial yang perlu berinteraksi dengan sesama manusia. Bahasa dianggap sebagai alat yang paling sempurna dan mampu membawakan pikiran dan perasaan baik mengenai hal-hal yang bersifat konkrit maupun yang bersifat abstrak (Efendi, 1995 : 5). Sejalan dengan perkembangan pengetahuan dan teknologi manusia dituntut mempunyai kemampuan berbahasa yang memadai akan lebih mudah menyerap dan menyampaikan informasi baik secara lisan maupun tulisan. Keterampilan berbahasa mempunyai 4 komponen yaitu : keterampilan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Kesatuan komponen tersebut sangat erat hubunggannya sehingga disebut catur tunggal. Dan keterampilan itu hanya dapat diperoleh dan dikuasai dengan cara praktek dan banyak latihan. Melatih keterampilan berbahasa berarti pula melatih keterampilan berpikir. Untuk mencapai tingkatan yang lebih tinggi, dapat diawali dengan menyimak, berbicara, membaca dan menulis. Keterampilan berbicara bukanlah suatu jenis keterampilan yang dapat diwariskan secara turun temurun walaupun pada dasarnya secara alamiah setiap manusia dapat berbicara. Namun, keterampilan berbicara secara formal memerlukan latihan dan pengarahan yang intensif. Stewart dan Kennert Zimmer (Haryadi dan Zamzani, 1997:56) memandang kebutuhan akan komunikasi yang efektif dianggap sebagai suatu yang esensial untuk mencapai keberhasilan setiap individu maupun kelompok. Siswa yang mempunyai keterampilan berbicara yang baik, pembicaraannya akan lebih mudah dipahami oleh penyimaknya. Berbicara menunjang keterampilan membaca dan menulis. Menulis dan berbicara mempunyai kesamaan yaitu sebagai kegiatan produksi bahasa dan bersifat menyampaikan informasi. Kemampuan siswa dalam berbicara juga akan bermanfaat dalam kegiatan menyimak dan memahami bacaan. Akan tetapi, masalah yang terjadi di lapangan adalah tidak semua siswa mempunyai kemampuan berbicara yang baik. Oleh sebab itu, pembinaan keterampilan berbicara harus dilakukan sedini mungkin. Pentingnya keterampilan berbicara atau bercerita dalam komunikasi juga diungkapkan oleh Supriyadi (2005:178) bahwa apabila seseorang memiliki keterampilan berbicara yang baik, dia akan memperoleh keuntungan sosial maupun profesional. Keuntungan sosial berkaitan dengan kegiatan interaksi sosial antar individu. Sedangkan, keuntungan profesional diperoleh sewaktu menggunakan bahasa untuk membuat pertanyaan-pertanyaan, menyampaikan fakta-fakta dan pengetahuan, menjelaskan dan mendeskripsikan. Keterampilan berbahasa lisan tersebut memudahkan siswa berkomunikasi dan mengungkapkan ide atau gagasan kepada orang lain. Pentingnya penguasaan keterampilan berbicara untuk siswa Sekolah Dasar juga dinyatakan oleh Farris (Supriyadi, 2005:179) bahwa pembelajaran keterampilan berbicara penting dikuasai siswa agar mampu mengembangkan kemampuan berpikir, membaca, menulis, dan menyimak. Kemampuan berpikir mereka akan terlatih ketika mereka mengorganisasikan, mengonsepkan, mengklarifikasikan, dan menyederhanakan pikiran, perasaan, dan ide kepada orang lain secara lisan Hakikat berbicara merupakan pengetahuan yang sangat fungsional dalam memahami seluk beluk berbicara. Manusia hidup selalu berkelompok mulai dari kelompok kecil, misalnya keluarga, sampai kelompok yang besar seperti organisasi sosial. Dalam kelompok itu mereka berinteraksi satu dengan yang lainnya. Di mana ada kelompok baru manusia, di situ pasti ada bahasa. Kenyataan ini berlaku baik pada masyarakat tradisional maupun masyarakat modern. Dalam setiap masyarakat diperlukan komunikasi lisan dan tulisan. Komunikasi dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya komunikasi verbal dan komunikasi non verbal. Komunikasi verbal menggunakan bahasa sebagai sarana, sedangkan komunikasi non verbal menggunakan sarana gerak-gerik seperti warna, gambar, bunyi bel, dan sebagainya. Komunikasi verbal dianggap paling sempurna, efisien, dan efektif. Komunikasi lisan sering terjadi dalam kehidupan manusia, misalnya dialog dalam lingkungan keluarga, percakapan antara tetangga, percakapan antara pembeli dan penjual di pasar, dan sebagainya. Contoh lainnya : percakapan anggota keluarga; percakapan ibu dan anak; percakapan bertelepon, dan sebagainya. 1.2. Rumusan Masalah 1.2.1. Apa pengertian berbicara? 1.2.2. Apa saja komponen dalam keterampilan berbicara? 1.2.3. Apa tujuan berbicara? 1.2.4. Apa saja prinsip-prinsip keterampilan berbicara? 1.2.5. Apa saja ragam berbicara? 1.2.6. Apa saja faktor-faktor yang mempengeruhi keefektifan berbicara? 1.2.7. Apa saja hambatan-hambatan dalam berbicara? 1.2.8. Bagaimana hubungan keterampilan berbicara dengan aspek kebahasaan lainnya 1.3. Tujuan Masalah 1.3.1. Memahami keterampilan berbicara 1.3.2. Memahami komponen dalam keterampilan berbicara 1.3.3. Memahami tujuan keterampilan berbicara 1.3.4. Memahami pirinsip-prinsip keterampilan berbicara 1.3.5. Memahami ragam berbicara 1.3.6. Memahami faktor-faktor yang mempengaruhi keefektifan dalam berbicara 1.3.7. Memahami hambatan-hambatan dalam berbicara 1.3.8. Memahami hubungan keterampilan berbicara dengan aspek kebahasaan lainnya BAB II PEMBAHASAN 1.1. Pengertian Berbicara Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdiknas, 2008: 196) tertulis bahwa berbicara adalah “berkata, bercakap, berbahasa atau melahirkan pendapat (dengan perkataan, tulisan, dan sebagainya) atau berunding”. Berbicara secara umum dapat diartikan suatu penyampaian maksud (ide, pikiran, isi hati) seseorang kepada orang lain dengan menggunakan bahasa lisan sehingga maksud tersebut dapat dipahami oleh orang lain (Depdikbud,1984:3/1985:7). Pengertiannya secara khusus banyak dikemukakan oleh para pakar. Henry Guntur Tarigan (2008:16), mengemukakan berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan. Sedangkan sebagai bentuk atau wujudnya berbicara disebut sebagai suatu alat untuk mengkomunikasikan gagasan-gagasan serta dikembangkan sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan sang pendengar atau penyimak. Sty Slamet (2007:12) menjelaskan bahwa berbicara adalah kegiatan mengekspresikan gagasan, perasaan, dan kehendak pembicara yang perlu diungkapkan kepada orang lain dalam bentuk ujaran. Menurut Sabarti Ahdiah (1992:3) berbicara adalah keterampilan menyampaikan pesan melalui bahasa lisan. Nurhatim (2009:1) berbicara adalah bentuk komunikasi verbal yang dilakukan manusia dalam rangka pengungkapan gagasan dan ide yang telah disusun dalam pikiran. Menurut Mulgrave (1954:3-4) mengemukakan pendapat bahwa berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi bahasa atau kata-kata untuk mengekspresikan pikiran. Jadi pada hakikatnya berbicara merupakan ungkapan pikiran dan perasaan seseorang dalam bentuk bunyi-bunyi bahasa. Arsjad dan Mukti U.S. (1993: 23) mengemukakan pula bahwa kemampuan berbicara adalah kemampuan mengucapkan kalimat-kalimat untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan. Beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa berbicara itu lebih daripada sekadar mengucapkan bunyi-bunyi atau kata-kata saja, melainkan suatu alat untuk mengkomunikasikan gagasan-gagasan yang disusun serta dikembangkan sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan pendengar atau penyimak. 1.2. Komponen Berbicara Menurut Tarigan (1990:157), butir-butir atau komponen yang selalu terlibat dan mempengaruhi pembicaraan adalah : 1. Pembicara; 2. Pembicaraan; 3. Penyimak; 4. Media; 5. Sarana penunjang; 6. Interaksi. 1.3. Tujuan Berbicara Tujuan utama dari berbicara adalah untuk berkomunikasi agar dapat menyampaikan pikiran secara efektif, supaya si pendengar dapat memahami segala sesuatu yang ingin disampaikan oleh si pembicara. Menurt Ochs and Winker (dalam Tarigan, 2008:17), pada dasarnya, berbicara mencakup tiga tujuan umum, yaitu: memberitahukan dan melaporkan (to inform); menjamu dan menghibur (to entertaint); membujuk, mengajak, mendesak, dan meyakinkan (to persuade). Gabungan atau campuran dari maksud-maksud itupun mungkin saja terjadi, misalnya suatu pembicaraan mungkin saja merupakan gabungan dari melaporkan dan menjamu begitu pula mungkin sekaligus menghibur dan meyakinkan. Adapun pengertian lebih rinci dari tujuan yang telah disebutkan di atas yaitu: a. Memberitahukan dan melaporkan ( to inform) Bebicara dengan tujuan ini, biasanya bersuasana serius, tertib, dan hening. Soalnya, pesan yang dibicarakan merupakan pusat perhatian, baik pembicara maupun pendengar. Dalam hal ini, pembicara harus berusaha berbicara dengan jelas, sistematis, dan tepat mengenai isi pembicaraan yang akan disampaikan, agar apa yang akan di sampaikan terjaga keakurtannya. Pendengarpun biasanya berusaha menangkap isi dari informasi yang di sampaikan dengan penuh kesungguhan. Contoh nya yaitu: penjelasan seorang Polisi mengenai konflik yang sedang terjadi ke khalayak umum, penjelasan seorang Presiden mengenai kenaikan BBM. b. Menjamu dan Menghibur (to entertaint) Berbicara dengan tujuan menghibur biasanya bersuasana santai, rileks, dan kocak. Soal pesan yang di sampaikan bukanlah tujuan utama. Akan tetapi, seorang pembicara berusaha berbicara agar mampu membuat pendengarnya senang gembira, dan bersuka ria dengan apa yang pembicara sampaikan. Contoh berbicara menghibur ini antara lain: lawakan, guyonan dalam ludruk. c. Membujuk, Mengajak,dan Mendesak, (to persuade) Berbicara dengan tujuan ini, biasanya bersuasana serius, kadang- kadang terasa kaku, karena pembicara mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dari pendengarnya. Si pembicara biasanya memberikan masukan atau motivasi kepada pendengar dengan dilandasi kasih sayang, kebutuhan, harapan, serta memberikan inspirasi agar pendengar mampu melakukan segala apa yang disampaikan pembicara. Contohnya yaitu: Nasehat seorang Pemimmpin perusahaan kepada Karyawan-karyawannya, agar mereka mampu meningkatkan pendapatan Perusahaan lebih tinggi. Serta nasehat seorang Guru kepada Siswanya yang malas mengerjakan tugas. d. Meyakinkan Berbicara meyakinkan bertujuan meyakinkan pendengarnya. Pembicara berusaha mengubah sikap pendengarnya dari tidak setuju menjadi setuju, dari tidak simpati menjadi simpati, dan sebagainya. Dalam pembicaraan itu, pembicara harus melandaskan pembicaraannya kepadaargumentasi yang nalar, logis, masuk akal, dan dapat dipertanggung jawabkan dari segala segi. Contohnya: pidato seorang caleg kepada masyarakat tertentu, agar masyarakat dapat memilihnya sebagai anggota legislatif. Menurut Keraf (2001:320) tujuan yang akan dicapai dari berbicara, yaitu memberikan dorongan, menanamkan keyakinan, bertindak atau berbuat, menginformasikan atau memberitahukan dan memberi kesenangan. a. Memberikan dorongan Tujuan berbicara yang bersifat mendorong dimaksudkan bahwa pembicara berusaha memberikan semangat, membangkitkan gairah atau menekankan perasaan yang kurang baik serta menunjukkan rasa hormat dan pengabdian. Reaksi yang diharapkan dari pendengar yaitu menumbuhkan ilham atau inspirasi, dan membakar semangat atau emosi pendengar. b. Meyakinkan Tujuan berbicara yang berusaha untuk mempengaruhi keyakinan atau sikap mental atau intelektual para pendengar merupakan tujuan berbicara yang bersifat meyakinkan atau mempengaruhi. Alat yang tepat dan penting untuk tujuan ini adalah bentuk argumentasi. c. Berbuat atau Bertindak Tujuan berbicara agar pendengar berbuat atau bertindak adalah untuk memunculkan reaksi kepada pendengar agar melakukan suatu tindakan atau perbuatan. Awalnya pembicara menanamkan suatu keyakinan kepada pendengar dengan cara memantapkan pikiran yang ada atau mengubah keyakinan pendengar agar sesuai dengan keyakinan pembicara. Tahap selanjutnya pembicara berusaha membangkitkan emosi pendengar. Tindakan atau perbuatan muncul setelah adanya keyakinan dan bangkitnya emosi pendengar. d. Memberitahukan Tujuan berbicara untuk memberitahukan atau menginformasikan dimaksudkan agar pendengar mengerti tentang suatu hal, untuk memperluas bidang pengetahuan yang belum pernah diketahui. e. Menyenangkan Berbicara untuk menyenangkan atau menggembirakan maksudnya pembicara berusaha membangkitkan suasana menghibur dan munculnya keceriaan pada suatu pertemuan. 1.4. Prinsip-Prinsip Berbicara Prinsip-prinsip umum yang dikemukakan Brooka dalam Tarigan (2015 : 17-18) 1.3.1. Membutuhkan paling sedikit dua orang. Tentu saja pembicaraan dapat dilakukan oleh satu orang dan hal ini sering terjadi, misalnya oleh orang yang sedang mempelajari bunyi-bunyi bahasa beserta maknanya, atau oleh seseorang yang meninjau kembali pernyataan bank-nya, atau oleh yang memukul ibu jarinya dengan palu. 1.3.2. Mempergunakan suatu sandi linguistik yang dipahami bersama. Bahkan andaikatapun dipergunakan dua bahasa, namun saling pengertian, pemahaman bersama itu tidak kurang pentingnya. 1.3.3. Menerima atau mengakui suatu daerah referensi umum. Daerah referensi yang umum mungkin tidak selalu mudah dikenal/ditentukan, namun pembicaraan menerima kecenderungan untuk menemukan satu diantaranya. 1.3.4. Merupakan suatu penukaran antara partisipan. Kedua pihak partisipan yang memberi dan menerima kecenderungan untuk menemukan satu di antaranya. 1.3.5. Menghubungkan setiap pembicaraan dengan yang lainnya dan kepada lingkungannya dengan segera. Perilaku lisan sang pembicara selalu berhubungan dengan responsi yang nyata atau yang diharapkan, dari sang penyimak, dan sebaliknya. Jadi hubungan itu bersifat timbal-balik atau dua arah. 1.3.6. Berhubungan atau berkaitan dengan masa kini. Hanya dengan bantuan berkas grafik-material, bahasa dapat luput dari kekinian dan kesegeraan; bahwa pita atau berkas itu telah mungkin berbuat demikian, tentu saja merupakan salah satu kenyataan keunggulan budaya manusia. 1.3.7. Hanya melibatkan aparat atau perlengkapan yang berhubungan dengan suara / bunyi bahasa dan pendengaran (vokal and auditory apparatus). Walaupun kegiatan-kegiatan dalam pita audio-lingual dapat melepaskan gerak-visual dan grafik material, namun sebaliknya tidak dapat terjadi; terkecuali bagi pantomim atau gambar, takkan ada pada gerakan dan grafik itu yang tidak berdasar dari dan bergantung pada audio-lingual dapat berbicara terus menerus dengan orang-orang yang tidak kita lihat, di rumah, ditempat bekerja, dan dengan telefon; percakapan-percakapan seperti ini merupakan pembicaraan yang khas dalam bentuknya paling asli. 1.3.8. Secara tidak pandang bulu mengahadapi serta memperlakukan apa yang nyata dan apa yang diterima sebagai dalil. Keseluruhan lingkungan yang dapat dilambangkan oleh pembicaraan mencakup bukan hanya dunia nyata yang mengelilingi para pembicara tetapi secara tidak terbatas dunia gagasan yang lebih luas yang harus mereka masuki karena mereka dan manusia berbicara sebagai titik pertemuan kedua wilayah ini tetap memerlukan penelahan serta uraian yang lebih lanjut dan mendalam. 1.5. Ragam Berbicara Macam-macam ragam berbicara sebagai berikut: a. Pidato Pidato adalah berbicara di depan umum. Jika pidato tadi bersifat ilmiah disebut ceramah. Teks pidao adalah bahan tertulis yang digunakan untuk berpidato/ berceramah. Bila teks tadi di buat sendiri oleh si pemidato disebut naskah pidato. b. Diskusi Dalam arti luas diskusi berarti memberikan jawaban atas pertanyaan atau pembicaraaan sarius tentang suatu masalah objektif. Dalam arti sempit, diskusi berarti tukar-menukar pikiran yang terjadi di dalam kelompok kecilatau kelompok besar. Bentuk-bentuk diskusi: 1) Diskusi Fak Bentuk diskusi ini bertujuan mengolah suatu bahan secara bersama-sama di bawah bimbingan seorang ahli. Diskusi ini diselenggarakan pada akhir suatu ceramah atau makalah yang mengupas tentang suatu masalah dari bidang ilmu tertentu. Pada hakikatnya diskusi fak adalah suatu proses saling menukar pikiran dan pendapat untuk mencapai suatu pengetahuan yang lebih tinggi. 2) Diskusi Podium Diskusi podium adalah penjelasan masalah oleh wakil dari berbagai kelompok dan pendapat atau diskusi yang diadakan oleh wakil-wakil terpilih bersama dengan atau tanpa plenum. Dalam diskusi podium, masalah-masalah bersifat umum dijelaskan secara terbuka. Hal yang harus diperhatikan dalam diskusi podium ialah supaya setiap pembicara berbicara dari sudut pandangannya, sehingga menampilkan pandangan yang berbeda dari pembicara lain, sebab diskusi podium akan menjadi lebih menarik, apabila setiap pembicaraan mewakili pendapat yang berbeda dari kelompoknya. Moderator dapat memberi kesempatan kepada para pedengar untuk mengajukan pertanyaan, setelah setiap pembicara menyampaikan pendapat atau pikirannya. Pertanyaan-pertanyaan ditujukan kepada pembicara dari kelompok tertentu. 3) Forum Diskusi Forum diskusi adalah salah satu bentuk dialog yang sering dipergunakan dalam bidang politik. Forum diskusi ini sebenarnya merupakan kombinasi dari beberapa bentuk dialog. a. Diskusi Kasualis Diskusi kasualis adalah penelitian bersama atas satu masalah konkret atau satu situasi konkret yang mengandung berbagai kemungkinan jalan keluar untuk mencari jalan keluar yang tepat. Demi kelancaran dapat di undang seorang ahli atau yang mengetahui masalah itu untuk menjadi pengarah atau pendamping. b. Diskusi Panel Diskusi panel adalah diskusi yang dilakukan oleh sekelompok orang untuk membahas suatu topik yang menjadi perhatian umum di depan penonton atau pendengar. Dapat juga berarti sejumlah orang yang diserahi tugas melaksanakan tugas tertentu. Tujuan diskusi panel adalah memberikan pemahaman kepada pendengar/penonton mengenai masalah yang didiskusikan. 4) Menyampaikan Pengumuman Menyampaikan pengumuman berarti menyampaikan sesuatu hal yang perlu diketahui oleh khalayak ramai. Kegiatan ini diwujudkan dalam bentuk pidato. Ciri- ciri yang harus diperhatikan dalam membaca pengumuman diantaranya, yaitu volume suara harus lebih keras, intonasi yang tepat, dan gaya penampilan yang menarik. 5) Menyampaikan Argumentasi Salah satu proses komunikasi untuk menyampaikan argumentasi karena harus mepertahankan pendapat, yaitu debat. Setiap pihak yang berdebat akan mengajukan argumentasi dengan memberikan alasan tertentu agar pihak lawan atau peserta menjadi yakin dan berpihak serta setuju terhadap pendapat- pendapatnya (Laksono, via Mulyati, 2008:3.6). 6) Bercerita Melalui bercerita dapat terjalin hubungan yang akrab. Selain itu, manfaat bercerita diantaranya, yaitu memberikan hiburan, mengajarkan kebenaran, dan memberikan keteladanan. 7) Musyawarah Musyawarah mengandung arti perundingan, yaitu membicarakan sesuatu supaya mencapai kata sepakat. Mencapai kata sepakat tentu tidak mudah karena setiap orang mempunyai kepentingan pribadi. Dalam suatu musyawarah yang penting adalah kepentingan orang banyak, setiap orang mengesampingkan kepentingan pribadi demi kepentingan umum. 8) Wawancara Wawancara merupakan salah satu keterampilan berbicara yang digunakan sebagai metode pengumpulan berita. Pelaksanaannya bisa dilakukan secara langsung bertatap muka (face to face) dengan orang yang diwawancarai (interviewee), atau secara tidak langsung seperti melalui telepon, internet, atau surat. Semua jenis peliputan berita memerlukan proses wawancara dengan sumber berita atau narasumber. Wawancara bertujuan pokok menggali informasi, komentar, opini, fakta, atau data tentang suatu masalah atau peristiwa dengan mengajukan pertanyaan kepada narasumber. 1.6. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Efektifitas Berbicara Arsjad dan Mukti U.S. (1993: 17-20) mengemukakan bahwa untuk menjadi pembicara yang baik , seorang pembicara harus menguasai masalah yang sedang dibicarakan, dan harus berbicara dengan jelas dan tepat. Beberapa faktor yang harus diperhatikan oleh pembicara untuk keefektifan berbicara adalah faktor kebahasaan dan nonkebahasaan. Faktor kebahasaan yang menunjang keefektifan berbicara, meliputi; ketepatan ucapan, penempatan tekanan, nada sandi, dan durasi yang sesuai, pilihan kata, dan ketepatan sasaran kebahasaan. Faktor-faktor nonkebahasaan meliputi; sikap yang wajar, tenang dan tidak kaku, pandangan harus diarahkan pada lawan bicara, kesediaan menghargai pendapat orang lain, gerak-gerik dan mimik yang tepat, kenyaringan suara, kelancaran, relevansi atau penalaran, dan penguasaan topik. Faktor yang menunjang keefektifan berbicara di atas, baik yang bersifat kebahasaan maupun yang nonkebahasaan, keduanya tidak boleh diabaikan apabila seseorang ingin menjadi pembicara yang terampil. Dalam meraih keinginan tersebut harus dengan proses berlatih yang dilakukan secara berkesinambungan dan sistematis. 1.7. Hambatan-Hambatan dalam Berbicara Tidak semua orang memiliki kemahiran dalam berbicara di muka umum. Namun, keterampilan ini dapat dimiliki oleh semua orang melalui proses belajar dan latihan secara berkesinambungan dan sistematis. Terkadang dalam proses belajar mengajar pun belum bisa mendapatkan hasil yang memuaskan. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal yang merupakan hambatan dalam kegiatan berbicara. Rusmiati (2002: 32) mengemukakan bahwa hambatan tersebut terdiri atas hambatan yang datangnya dari pembicara sendiri (internal) dan hambatan yang datang dari luar pembicara (eksternal). a. Hambatan Internal Hambatan internal adalah hambatan yang muncul dari dalam diri pembicara. Hal-hal yang dapat menghambat kegiatan berbicara ini sebagai berikut. 1) Ketidaksempurnaan alat ucap Kesalahan yang diakibatkan kurang sempurna alat ucap akan mempengaruhi kefektifan dalam berbicara, pendengar pun akan salah menafsirkan maksud pembicara. 2) Penguasaan komponen kebahasaan Komponen kebahasaan meliputi hal-hal berikut ini. • Lafal dan intonasi, • Pilihan kata (diksi), • Struktur bahasa, • Gaya bahasa. 3) Penguasaan komponen isi Komponen isi meliputi hal-hal berikut ini. • Hubungan isi dengan topik, • Struktur isi, • Kualitas isi, • Kuantitas isi. • Kelelahan dan kesehatan fisik maupun mental Seorang pembicara yang tidak menguasai komponen bahasa dan komponen isi tersebut di atas akan menghambat keefektifan berbicara. b. Hambatan Eksternal Selain hambatan internal, pembicara akan menghadapi hambatan yang datang dari luar dirinya. Hambatan ini kadang-kadang muncul dan tidak disadari sebelumnya oleh pembicara. Hambatan eksternal meliputi hal-hal di bawah ini. 1) Suara atau bunyi 2) Kondisi ruangan 3) Media 4) Pengetahuan pendengar 1.8. Hubungan Keterampilan Berbicara dengan Aspek Kebahasaan Lainnya Berbicara adalah salah satu aspek keterampilan berbahasa. Aspek-aspek keterampilan bahasa lainnya adalah menyimak, membaca, dan menulis. Keempat aspek tersebut berkaitan erat, antara berbicara dengan menyimak, berbicara dengan menulis, dan berbicara dengan membaca. a. Hubungan Berbicara dengan Menyimak Berbicara dan menyimak adalah dua kegiatan yang berbeda namun berkaitan erat dan tak terpisahkan. Kegiatan menyimak didahului oleh kegiatan berbicara. Kegiatan berbicara dan menyimak saling melengkapi dan berpadu menjadi komunikasi lisan, seperti dalam bercakap-cakap, diskusi, bertelepon, tanya-jawab, interview, dan sebagainya. Kegiatan berbicara dan menyimak saling melengkapi, tidak ada gunanya orang berbicara bila tidak ada orang yang menyimak. Tidak mungkin orang menyimak bila tidak ada orang yang berbicara. Melalui kegiatan menyimak siswa mengenal ucapan kata, struktur kata, dan struktur kalimat. b. Hubungan Berbicara dengan Membaca Berbicara dan membaca berbeda dalam sifat, sarana, dan fungsi. Berbicara bersifat produktif, ekspresif melalui sarana bahasa lisan dan berfungsi sebagai penyebar informasi. Membaca bersifat reseptif melalui sarana bahasa tulis dan berfungsi sebagai penerima informasi. Bahan pembicaraan sebagian besar didapat melalui kegiatan membaca. Semakin sering orang membaca semakin banyak informasi yang diperolehnya. Hal ini merupakan pendorong bagi yang bersangkutan untuk mengekspresikan kembali informasi yang diperolehnya antara lain melalui berbicara. c. Hubungan Berbicara dengan Menulis Kegiatan berbicara maupun kegiatan menulis bersifat produktif-ekspresif. Kedua kegiatan itu berfungsi sebagai penyampai informasi. Penyampaian informasi melalui kegiatan berbicara disalurkan melalui bahasa lisan, sedangkan penyampaian informasi dalam kegiatan menulis disalurkan melalui bahasa tulis. Informasi yang digunakan dalam berbicara dan menulis diperoleh melalui kegiatan menyimak ataupun membaca. Keterampilan menggunakan kaidah kebahasaan dalam kegiatan berbicara menunjang keterampilan menulis. Keterampilan menggunakan kaidah kebahasaan menunjang keterampilan berbicara. BAB III PENUTUP 1. Kesimpulan berbicara merupakan kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi atau kata-kata saja, melainkan suatu alat untuk mengkomunikasikan gagasan-gagasan yang disusun serta dikembangkan sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan pendengar atau penyimak. Tujuan utama dari berbicara adalah untuk berkomunikasi agar dapat menyampaikan pikiran secara efektif, supaya si pendengar dapat memahami segala sesuatu yang ingin disampaikan oleh si pembicara. Menurt Ochs and Winker (dalam Tarigan, 2008:17), pada dasarnya, berbicara mencakup tiga tujuan umum, yaitu: memberitahukan dan melaporkan (to inform); menjamu dan menghibur (to entertaint); membujuk, mengajak, mendesak, dan meyakinkan (to persuade). Gabungan atau campuran dari maksud-maksud itupun mungkin saja terjadi, misalnya suatu pembicaraan mungkin saja merupakan gabungan dari melaporkan dan menjamu begitu pula mungkin sekaligus menghibur dan meyakinkan Menurut Tarigan (1990:157), butir-butir atau komponen yang selalu terlibat dan mempengaruhi pembicaraan adalah : 1. Pembicara; 2. Pembicaraan; 3. Penyimak; 4. Media; 5. Sarana penunjang; 6. Interaksi. Prinsip-prinsip umum yang dikemukakan Brooka dalam Tarigan (2015 : 17-18) yaitu: 1) Membutuhkan paling sedikit dua orang, 2).Mempergunakan suatu sandi linguistik yang dipahami bersama. 3). Menerima atau mengakui suatu daerah referensi umum, 4) Merupakan suatu penukaran antara partisipan. 5) Menghubungkan setiap pembicaraan dengan yang lainnya dan kepada lingkungannya dengan segera. Berhubungan atau berkaitan dengan masa kini. 6). Hanya melibatkan aparat atau perlengkapan yang berhubungan dengan suara / bunyi bahasa dan pendengaran (vokal and auditory apparatus). 7). Secara tidak pandang bulu mengahadapi serta memperlakukan apa yang nyata dan apa yang diterima sebagai dalil. DAFTAR PUSTAKA Tarigan, Henry Guntur.2008. ”Berbicara Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa”. Bandung.Angkasa Dra.Maidar, dkk. 1986.”Berbicara II”. Jakarta. Karunika H,S, Widjono.2005.Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi. Jakarta Haryadi dan Zamzani.1996/1997. Peningkatan Keterampilan Berbahasa Indonesia. Depdikbud Dirjen Dikti bagian Proyek Pengembangan Pendidikan Guru Sekolah Dasar. Supriyadi, dkk. 2005. Pendidikan Bahasa Indonesia 2. Jakarta: Depdikbud Sumber: Sunarti dan Deri Anggraini. 2009. Keterampilan Berbahasa Indonesia. Yogyakarta: Universitas PGRI Yogyakarta
September 28, 2020   Posted by Miq Guru Budi in , with No comments

0 komentar:

Posting Komentar

Pengikut

Bookmark Us

Delicious Digg Facebook Favorites More Stumbleupon Twitter

Search